SEMARANG – Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro (UNDIP) bertekad menjadi penyumbang paten terbanyak sebagai wujud sumbangsih melalui karya dan inovasi yang bermanfaat kepada masyarakat. Tekad tersebut menguat setelah pihak universitas memutuskan agar Sekolah Vokasi Undip fokus pada program sarjana terapan (STr) atau Diploma IV.

Begitu kebijakan fokus menyelenggarakan Program Pendidikan Sarjana Terapan, dan menghapus program D III di kampus utama, di tahun 2020 Sekolah Vokasi langsung menjadi penyumbang Paten Biasa terbanyak dengan 4 paten. Kemudian dari catatan Biro Administrasi Inovasi, Kerja Sama, Hubungan Luar Negeri, dan Akreditasi (BAIKLA) Undip sampai Maret 2021, dari 3 paten biasa yang berhasil didaftarkan Undip, 2 paten biasa merupakan kontribusi dari Sekolah Vokasi.

Dua paten biasa yang masa berlakunya 20 tahun adalah adalah Proses Produksi Katalis Basa Heterogen Kalsium Metoksida Berbasis Cangkang Telur Ayam karya Vita Paramita; Indahsari Kusuma Dewi; Mohamad Endy Yulianto; Rizka Amalia; dan Heny Kusumayanti; dan Proses Produksi Sediaan Cair Pewarna Alam Kain Anti Mikroba karya kolektif Vita Paramita; Rizka Amalia; dan Heny Kusumayanti. Kedua paten tersebut terdaftar di Kemenkumham pada  6 Januari 2021.

Dekan Sekolah Vokasi Undip, Prof Dr. Ir.Budiyono, M. Si, menyatakan sudah semestinya sekolah vokasi menjadi gudang paten, apalagi setelah kebijakan otoritas kampus yang mengarahkan agar fokus pada program pendidikan sarjana terapan. “Kami akan mendorong para dosen, peneliti dan mahasiswa di Sekolah Vokasi untuk bisa berkarya secara optimal,” kata Prof Budiyono, Senin (20/12/2021).

Prof Budiyono menyatakan, tahun 2022 jumlah paten yang diajukan Sekolah Vokasi Undip akan lebih banyak lagi. Dia memperkirakan sekitar 40 paten yang akan didaftarkan. Mengenai apakah masuk kategori paten biasa ataukah paten sederhana, menurut dia, sangat tergantung pada bentuk inovasi dan temuannya. “Ya kita sesuaikan saja dengan aturannya,” tegas dia.

Untuk mendukung pengembangan paten unit yang dipimpinnya, Budiyono mempersiapkan Tim Fasilitator Percepatan Paten di Sekolah Vokasi. Dipastikan, Tim Fasilitator tersebut akan terbentuk pada Januari 2022 agar proses pengurusannya terfasilitasi dengan baik. Setidaknya, dengan adanya fasilitator, para peneliti bisa berkonsentrasi pada inovasi karyanya. “Tim fasilitator ini juga mendapat dukungan yang sangat kuat dari Direktur Inovasi dan Kerjasama Riset Undip”, imbuhnya.

Belakangan ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui Dirjen Pendidikan Tinggi (Kemendikbudristek) terus mendorong pematenan karya-karya dan inovasi para akademisi. Tujuannya, agar karya yang dipatenkan bisa memberikan kemaslahatan dan pemberdayaan bagi kehidupan manusia serta memberi perlindungan kepada para peneliti baik secara hukum, secara moral maupun secara ekonomi. Dengan dipatenkan, proses hilirisasi akan lebih mudah dilakukan karena jelas siapa pemegang lisensi atau haknya.

Selain Kemendikbudristek, BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) juga gencar mencari inovasi-inovasi yang bisa menjawab permasalahan yang ada di masyarakat, pemerintah maupun industri. BRIN diketahui bergiat memfasilitasi proyek penelitian untuk mengatasi stunting, vaksin Covid-19, deteksi Covid-19, dan lainnya. Ada sembilan bidang yang coba dikembangkan risetnya oleh BRIN, yakni pangan-pertanian, pertahanan dan keamanan, rekayasa keteknikan, kemaritiman, multidisiplin, soshum-seni budaya-pendidikan, transportasi, energi baru dan terbarukan, serta kesehatan dan obat.

Pengembangan penelitian dan inovasi-inovasi yang dilakukan oleh para akademisi sekarang ini selain mendapat dukungan dari unit, universitas maupun kementerian dna lembaga, juga sudah dilindungi secara hukum. Saat ini sudah ada regulasi tentang Paten, Hak Cipta serta Merk. Untuk Paten sudah ada Undang-Undang Nomer 13 Tahun 2016 tentang Paten, yang di antaranya mengatur bahwa Paten diberikan untuk Invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri. Sedangkan paten sederhana diberikan untuk setiap Invensi baru,pengembangan dari produk atau proses yang telah ada, dan dapat diterapkan dalam industri.

Sedangkan untuk Hak Cipta yakni hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sudah ada Undang-Undang Nomer 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sedangkan untuk merk ada Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

“Kami berharap semua departemen dan program studi yang ada di lingkungan Sekolah Vokasi Undip bisa berkontribusi menghasilkan karya dan inovasi yang bermanfaat bagi kemaslahatan masyarakat sesuai kompetensi dan bidang keahliannya,” tukas Prof Budiyono. (sumber : undip.ac.id)

Share this :