Hambatan dalam proses penelitian bukan berarti mematahkan semangat untuk terus berinovasi. Prinsip itulah yang dipegang teguh oleh Mohamad Endy Julianto, S.T., M.T., dosen Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro. Meski penelitian yang dilakukan tidak selalu berjalan mulus, namun dengan tekad kuat untuk dapat menyejahterakan masyarakat, tantangan tersebut justru berhasil mengantarkannya sebagai pemilik hak paten terbanyak di Sekolah Vokasi sebanyak 24 hak paten. Bahkan, Endy—sapaan akrab pria yang juga menjabat sebagai Ketua Program Studi Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) itu—berhasil meraih penghargaan sebagai Dosen Pemilik Paten Granted Tahun 2021 Terbanyak di Undip.
Endy membeberkan, salah satu tantangan yang pernah dihadapinya adalah menunggu selama sepuluh tahun untuk proses persetujuan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKi) yang diajukannya dan berulang kali harus melakukan revisi. Menurutnya, penelitian yang menghasilkan paten bukanlah proses yang instan.
Ia pun mengisahkan lika-liku meraih hak paten pertama pada tahun 2015 dengan penelitian teh hijau yang dijalaninya bersama tim. Penelitian teh hijau yang diawali tahun 2006 itu merupakan penelitian paling berkesan baginya karena salah seorang kerabat dekatnya, alm. Ir. Senen. M.T., memimpin awal proses penelitian. Selama penelitian berlangsung pun ia dan tim harus melakukan proses pengambilan teh hijau dengan melintasi jalan berbatu yang kondisinya tidak sebaik sekarang. Penelitian teh hijau berlanjut hingga akhirnya berhasil masuk ke dalam industri tahun 2015. Endy menuturkan, keberhasilan yang diraih melalui penelitian teh hijau itu tidak luput dari dukungan berbagai pihak.
Pengalaman penelitian teh hijau yang penuh tantangan tersebut tidak melunturkan semangatnya untuk terus berinovasi dan berkarya. Alumnus Magister Teknik Kimia ITB itu justru semakin termotivasi untuk menciptakan hak paten di bidang kesehatan.
Penelitian lain yang dijalaninya yaitu membuat ramuan dari ampas jahe yang dapat membantu pengobatan bagi pengidap penyakit kanker. Endy menilai biaya pengobatan bagi pengidap penyakit kanker sangatlah mahal. Hal inilah yang memotivasinya untuk melakukan proses penelitian tersebut.
Penelitian ramuan ampas jahe ini bekerja sama dengan tim yang beranggotakan dua puluh orang dosen berlatar belakang farmasi dan kimia. Selain itu, penelitian ini menggandeng UMKM “Tiga Dara” milik Herliani Jufni yang memproduksi berbagai macam minuman kesehatan mulai dari bahan mentah, serbuk minuman, hingga minuman kesehatan yang siap minum. Dari UMKM yang berlokasi di Ungaran itu, Endy memperoleh bahan baku ampas jahe jenis rimpang.
“Tahun lalu adik saya mengidap kanker yang membuatnya harus terbaring lemah di kasur. Saya sedih melihatnya, apalagi pengobatan kemoterapinya yang menghabiskan 30 juta. Sehingga saya mencoba berpikir bagaimana saya dapat membantu adik saya, akhirnya saya menciptakan lah produk ini,” jelasnya.
Endy menambahkan, penelitian tersebut memang membutuhkan waktu yang cukup panjang. Saat ini penelitian ampas jahe untuk obat kanker sedang dalam proses pengajuan uji pra klinis dan ditargetkan pada tahun ini sudah dapat melakukan uji pra klinis.