iNewsJoglosemar.id – Seorang dosen di Universitas Diponegoro (Undip) meraih gelar doktor di Inggris tanpa melalui jenjang S2. Dosen tersebut kini mengajar di Sekolah Vokasi Undip, membagikan kisah unik perjalanan pendidikan yang disebutnya sempat ‘salah pendaftaran’.

Dosen yang belum genap berusia 36 tahun ini bernama Anggun Puspitarini Siswanto. Di belakang namanya kini terdapat dua gelar akademik yakni, S.T., Ph.D. Dia mengungkapkan bahwa perjalanannya dimulai dari masa kecilnya di Sulawesi, tepatnya di Makassar.

Meskipun sempat mengenyam pendidikan di sana, orang tua dosen tersebut pindah, dan perjalanan pendidikannya pun berlanjut ke Kudus untuk jenjang SD, SMP dan SMA. Kesempatan untuk mengejar gelar sarjana datang ketika dia selesai pendidikan D3 di Undip Jurusan Teknik Kimia pada 2009.

“Lulus D3 Teknik Kimia, kemudian saat itu berlanjut langsung ke S1. Kalau sekarang lulusan D3 harus ke D4. Sejalan di Jalur Pendidikan Vokasi. Tapi dulu aturannya masih bisa selepas D3 langsung lanjut ke S1 Teknik Kimia, pada 2009 dan lulus 2011,” kata Anggun memulai ceritanya kepada iNews.

Kisah menarik semakin berlanjut ketika lolos seleksi untuk melanjutkan studi S2 dengan beasiswa calon dosen dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sulung tiga bersaudara itu memilih The University of Sheffield Inggris sebagai kampus guna meraih gelar magister.

“Niatnya S2 ke Inggris. Bener bisa ke Inggris, tapi ternyata jadinya S3 bukan S2,” ungkapnya.

“Waktu itu Maret 2012, saya berangkat. Saya agak kaget juga, dan waktu itu pihak-pihak terkait juga kaget karena ini ada mahasiswa diberangkatkan S2 tapi pulang-pulang malah S3. Adjustment-nya bagaimana? Dan alhamdulillah sudah selesai,” tuturnya.

“Saya diuntungkan dengan sistem pendidikan di Inggris. Jadi ternyata British Education System itu mengizinkan untuk studi S3 dengan ijazah S1. Dan itu yang sekarang diadopsi Indonesia, diantaranya menjadi program Fast Track,” lanjut dia.

Berbekal ijazah S1, Anggun mendaftar program Master of Philosophy (M.Phil). Dia tak menyadari, jika itulah pintu masuk ke program doktor (Ph.D). Kondisi tersebut tidak hanya mengejutkannya tetapi juga banyak orang, karena menuju gelar doktor tanpa melibatkan gelar S2.

“Jadi waktu itu sebenarnya kesalahan pendaftaran. Saya tahunya daftar S2 di luar negeri itu ya daftar aja. Cari Calon Supervisor. Tapi ternyata S2 di luar negeri itu ada dua jenis by course (kuliah) dan by research (penelitian). By course itu berarti ikut kuliah 75%, dan riset 25%, kebalikannya by research berarti 75% riset dan 25% kuliah.”

“Nah saat itu karena merasa Bahasa Inggris saya tidak fasih, daripada ikut kuliah lebih baik saya ikut riset. 75% waktu saya akan fokus di laboratorium. Makanya daftarlah saya ke program M.Phil. Itulah pintu saya bisa ke Ph.D,” ungkapnya.

Di tengah kebingungan itu, Anggun mendapat banyak masukan dari dosen pembimbing di The University of Sheffield. Perempuan berkacamata itu pun akhirnya memantapkan diri mengikuti saran dosen pembimbing.

“Menurut pembimbing saya, di Inggris itu kalau seseorang mendaftar di M.Phil Sebenarnya dia mendaftar di Ph.D. Saat itu pembimbingnya bilang ‘Anggun kenapa ke M.Phil, ke Ph.D aja toh studinya cuman 3 tahun. Kalau M.Phil berarti M.Phil-nya dulu 2 tahun, kemudian Ph.D 3 tahun, jadi 5 tahun,” beber dia.

“Saat itu masih muda, mungkin sekira 23 atau 22 tahun. Mikirnya waktu itu Ph.D apa? Enggak ngerti apa itu Ph.D, bermimpi S3 aja enggak pernah,” lugasnya tertawa.

“Dosen pembimbing tahu saya bingung. Terus beliau menyampaikan ‘Ya sudah Anggun go with the flow, ikuti aja dulu’. Dan akhirnya ketika masuk saya udah di-treat seperti mahasiswa S3. Ada evaluasi setiap 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 12 bulan. Alhamdulillah lulus,” sambungnya.

Pencapaian gemilang gelar doktor itu lantas mengantarkannya sebagai dosen di Undip, khususnya Sekolah Vokasi. Dia ingin memberikan pengajaran kepada mahasiswa Jenjang Vokasi (jalur Diploma) di Undip, mengingat latar belakang pendidikannya yang juga berasal dari Diploma.

“Saya di UK (United Kingdom/Inggris) dari 2012 sampai 2016, 4 tahun. Kemudian Oktober 2016 pulang ke Indonesia dan bersamaan dengan adanya lowongan dosen kontrak Undip. Saya daftar, alhamdulillah lolos dan Januari 2017 dari dosen kontrak. Syukur, 18 bulan kemudian, ada lowongan dosen tetap Undip. Alhamdulillah lolos, and here I’m, jadi dosen,” pungkas dia dengan senyum khasnya.

https://joglosemar.inews.id/

 

 

Share this :